Oleh: Marco Kasipdana

Latar belakang

Latar belakang pemberian otonomi khusus kepada Papua ditegaskan dalam undang-undang nomor 21 tahun 2001. Penjelasan umum undang-undang Nomor 21 tahun 2001 menggambarkan bahwa pemberian otonomi khusus kepada Papua dilatarbelakangi oleh pengakuan negara terhadap dua hal penting.

Pertama, pemerintah mengakui bahwa hingga saat terbentuknya undang-undang tersebut terdapat permasalahan di Papua yang belum diselesaikan. Permasalahan itu meliputi berbagai bidang, baik dalam bidang politik, pemerintahan, hukum, HAM, ekonomi, maupun sosial budaya.

Kedua, pemerintah mengakui bahwa telah terjadi kesalahan kebijakan yang diambil dan dijalankan untuk menyelesaikan berbagai persoalan di Papua.

Diakui secara tegas bahwa apa yang dijalankan di Papua belum memenuhi rasa keadilan, belum memungkinkan tercapainya kesejahteraan, penegakan hukum, dan penghormatan terhadap HAM, khususnya bagi masyarakat Papua.

Di sisi lain, juga diakui bahwa pengelolaan dan pemanfaatan hasil kekayaan alam tidak digunakan secara optimal untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat asli sehingga mengakibatkan munculnya kesenjangan baik di antara masyarakat Papua maupun antara Papua dengan wilayah lain di Indonesia. Hal itu terjadi karena kebijakan masa lalu yang bersifat sentralistik dengan mengabaikan kondisi khusus yang ada di Papua.

Berdasarkan latar belakang pembentukan UU Otonomi Khusus Papua dapat diketahui bahwa tujuan pemberian Otonomi khusus adalah untuk menyelesaikan akar masalah Papua, mempercepat pemerataan pembangunan di seluruh Papua sesuai dengan aspirasi masyarakat Papua. Namun demikian, substansi UU Otonomi Khusus Papua tidak mencakup upaya penyelesaian seluruh akar persoalan di Papua.

Gambaran Umum Papua

Luas Wilayah Papua 316.553,07 Km2 atau 16,70 % dari luas Indonesia. Papua dibagi 28 Kabupaten dan 1 Kota, dimana Merauke kabupaten terluas (14,98%) dan Supiori kabupaten terkecil (0,20%). Jumlah penduduk 3.332.526 jiwa (BPS, 2017), kepadatan 10,13 orang/Km2 dan Jumlah Rumah Tinggal 771.820. Pendapatan perkapita 457.541 rupiah/kapita/bulan dan ketimpangan kontribusi Kab/Kota terhadap PDRB ( Mimika 40%, Kota Jayapura 14 %, daerah pegunungan dan perbatasan 1 %). Penduduk miskin Provinsi 27,62 % (920, 443.68 jiwa) (BPS, 2017). Potensi Sumberdaya Alam (Kehutanan, Pertambangan, Perikanan, Kelautan, Pertanian, Perkebunan dan Pariwisata) belum dikelola secara optimal.

Kondisi Indeks Perkembangan Manusia

Posisi IPM Papua 58,05 (kategori rendah) berada diurutan 34 dari 34 Provinsi di Indonesia (BPS, 2017). Rata-rata kenaikan IPM Papua 0,88 poin dan Nasional 0,94 poin IPM tertinggi Kota Jayapura 78,56, Mimika 71,64 dan terendah Nduga 26,56.
Tabel. 4.1 Indeks Perkembangan Manusia Papua

Indeks Perkembangan Manusia

IPM
Papua 58,05 Nasional 70,18
No Komponen IPM Papua Nasional Selisih
1. Angka Harapan Hidup 65,12 70,90 5,78

2. Harapan Lama Sekolah 10,23 12,72 2,49.

3. Rata-rata Lama Sekolah 5,99 7,95 1,96

4 . Pengeluaran Perkapita 6,6 Juta 10,4 3, 8 juta

Sunber: Badan Pusat Statistik Provinsi Papua, ( BPS, 2017)
(Data BPS Papua, 2017)

Rendahnya IPM Papua disebabkan oleh belum optimalnya kinerja pengelolaan sektor pendidikan dan ekonomi kerakyatan di era otonomi khusus
Penyebaran IPM menurut wilayah Adat IPM Papua 58.05 dan IPM di bawah rata-rata Provinsi Papua adalah La Pago, Me Pago dan Anim-Ha.

Pegunungan Bintang

Pegunungan Bintang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Papua yang semua sector pembangunan dapat di bangun melalui otonomi khusus. Untuk itu dalam artikel ini akan memberikan gambaran umum terkait kondisi Pegunungan Bintang bersama Lapago selama pemberlakuan otonomi khusus Papua pada undang-undang nomor 21 tahun 2001.

Pegunungan Bintang memiliki 34 distrik 277 kampung dan lebih dari 75.788 jiwa, (BPS 2020). Pegunungan Bintang masih diliputi persoalan kemiskinan, kebodohan, keterisolasian, ketertinggalan, keterbelakangan, ketidakadilan dan diskriminasi pembangunan bahkan kematian. Persoalan pembangunan tersebut tercermin dari angka indeks pembangunan manusia Pegunungan Bintang yang masih jauh dari standar nasional. Menurut data BPS tahun 2020, Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pegunungan Bintang masih di bawah rata-rata nasional, yaitu 45,44 IPM dengan rincian sebagai berikut: Angka Harapan Hidup (AHH) 64,44, Rata-rata Lama Sekolah (RLS) 2,81 Tahun, Harapan Lama Sekolah (HLS) 6,25 Tahun dan Pengeluaran perKapita disesuaikan (Rupiah/Orang/Tahun) Rp 5.409.000.

Data IPM tersebut menunjukkan bahwa kualitas hidup masyarakat Pegunungan Bintang di era otonomi khusus bersama wilayah adat Lapago masih sangat rendah di bandingkan kabupaten pemekaran bersamaan yang ada di Wilayah adat Lapago yang IPM-nya berkembang cepat sehingga dibutuhkan perhatian serius dari pemerintah pusat, provinsi, pemerintah daerah dan semua pihak peduli pembangunan khususnya dalam bidang pendidikan, kesehatan, listrik, air bersih, transportasi, jaringan telekomunikasi, ekonomi kerakyatan dan infrastruktur di era otonomi khusus agar manfaat otonomi khusus dapat dirasakan oleh masyarakat setempat. Khhususnya rancangan draf perubahan undang-undang daerah otonomi khusus nomor 2 tahun 2021.

Sejak kabupaten Pegunungan Bintang dibentuk berdasarkan undang-undang nomor 26 Tahun 2002 bersama 13 kabupaten lainnya di Provinsi Papua yang disahkan pada tanggal 12 April 2003 Pemerintah Daerah terus berupaya dengan berbagai strategi dan kebijakan pembangunan namun belum juga berdampak bagi masyarakat di sebabkan karena di Pegunungan Bintang semua akses di tempuh melalui jalur transportasi udara.

Untuk aspek pembangunan baik akses infrastruktur, aspek sumber daya manusia, aspek ekonomi, aspek kelembagaan, aspek pendidikan, aspek kesehatan hanya bisa mudah akses melalui Jayapura. Untuk transportasi udara antar Kabupaten. Transpotasi udara Jayapura-Oksibil membutuhkan waktu 43 menit, Oksibil-Bovendigoel, 1 jam, Oksibil –Wamena 120 menit. Dari sini dapat di simpulkan bahwa Pegunungan Bintang memutus rantai rentang kendali pelayanan pemerintahan baik transportasi darat. Udara dan sungai Pegunungan Bintang sangat dekat dengan Kabupaten Jayapura (Wilayah adat TABI).

Budaya

Kabupaten ini di huni oleh 2 (dua) suku besar yakni Ngalum dan Kupel (Ketengban) kemudian terdapat 4 (Empat) sub suku lainnya adalah Murop, Kambom, Yetfa Lepki, Kimki dan memiliki 5 bahasa lokal yang di miliki oleh masyarakat adat di wilayah ini dan salam khasnya adalah Yepmum, Telepe Lapmum, Asbe, Yelako, Uprukane (YETELASUP).

Masing-masing suku berdasarkan batas-batas wilayah antara lain;
Suku Ngalum adalah salah satu suku yang mendiami Daerah Pegunungan Tengah Papua Bagian Timur. Suku ini lebih banyak berdiam di pinggiran sungai (OK). Maka mereka disebut suku Ngalum Ok. Suku Ngalum berada di daerah perbatasan antara Indonesia dan Papua Nugini.

Suku Ngalum OK secara administratif pemerintahan dapat di bagi menjadi dua kewarga negaraan.

Pertama: suku Ngalum Ok berkewarga negaraan Indonesia mereka tinggal di wilayah kabupaten Pegunungan Bintang, provinsi Papua, Indonesia.

Kedua ;suku Ngalum Ok yang berkewarga negaraan Papua NEW Guni (PNG) mereka tinggal di Provinsi Sandaun dan Western. Pada masa pemerintahan Belanda, wilayah suku Ngalum Ok termasuk ke dalam wilayah administrasi (Afdeling Holandia).

Setelah wilayah Papua bergabung dengan Indonesia pada tahun 1963, daerah suku Ngalum Ok masuk ke dalam wilayah administrasi kabupaten Jayawijaya. Hal itu terjadi pada tahun 1967 sampai dengan 2002. Baru pada tahun 2002 sesuai dengan undang-undang nomor 21 tahun 2002 tentang pemekaran kabupaten dan kota di Indonesia maka daerah suku Ngalum Ok masuk ke dalam wilayah kabupaten Pegunungan Bintang.

Suku Ngalum merupakan salah satu dari 6 (enam) suku besar di kabupaten Pegunungan Bintang, yaitu suku Ngalum (Ok), suku Ketengban (MEK), suku Kimki, suku Lepki, suku Murop dan suku Kambom. Pembagian suku-suku ini secara mudah dapat di idenfifikasi dari bahasa yang di gunakan oleh masing-masing suku dalam keseharian mereka.
Wilayah tempat tinggal masing-masing suku adalah sebagai berikut:

1. Suku Ngalum Ok mendiami Wilayah Bagian Tengah Pegunungan Bintang meliputi daerah Oksibil, Kiwirok, Serambakon, Okbape, Batom, Okaom, Oksop, Oksebang, Pepera, Kiwirok Timur, Okbi, Okhika, Oksamol dan Okbemtau dan tersebar ke Negara tetangga (Papua New Guniew).

2. Suku Ketengban mendiami Wilayah Bagian Barat yakni: Okbab, Borme, Bime, Teiraplu, Eipomek, Pamek, Nongme, Weime, Luban, Alemsom sebagian tersebar di Wilayah Barat Kabupaten Yahukimo
3. Suku Kimki mendiami wilayah bagian Timur perbatasan PNG dengan Oktahin (sefik river).

4. Suku Lepki Mendiami Wilayah Aboy Bagian Utara Pegunungan Bintang dan berbatasan dengan Kabupaten Mamberamo Hulu dan tersebar sampai di senggi, waris, keerom dan Kabupaten Jayapura.

5. Suku Murop Mendiami Wilayah Bagian Selatan Pegunungan Bintang berbatasan dengan Kabupaten Boven Digul.

6. Suku Kambom mendiami Wilayah Bagian Selatan Oksibil dan Bagian Barat Daya berbatasan dengan Mappi, Asmat dan Boven Digul.

Dari segi sejarah keberadaan manusia Pegunungan Bintang, ternyata berbeda sedikit berbeda dengan suku 249 dari 255 suku yang berada di Pulau negroid ini. Misalnya sejarah peradaban manusia, sejarah pemberian nama tempat), jenis binatang, (hewan, tumbuhan), mitos penciptaan manusia, sistem religi yang dianut, sistem perkawinan (masa kehamilan, masa persalinan), masa tumbuh kembang anak hingga dewasa, upacara bakar batu, cara pembuatan api suku ngalum, cara pandang terhadap kematian, bahasa suku, sistem pencarian, sistem berburu dan meramu, bercocok tanam, peternak, perdagangan, sistem kekerabatan dan pranata sosial, sistem politik lokal, sistem ilmu pengetahuan, pola permukiman dan rumah adat, pakaian adat, penutup alat kelamin, kesenian, tarian adat lainnya sangat jauh berbeda dengan suku Dani dan Lani .

Kesimpulan

a. Umum
Pemberian otonomi khusus bagi provinsi paling timur Indonesia ini karena diliputi ada dua persoalan mendasar yaitu bidang, politik, pemerintahan, hukum, HAM, ekonomi, maupun sosial budaya. Kedua, pemerintah mengakui bahwa telah terjadi kesalahan kebijakan yang diambil dan dijalankan untuk menyelesaikan berbagai persoalan di Papua. Diakui secara tegas bahwa apa yang dijalankan di Papua belum memenuhi rasa keadilan, belum memungkinkan tercapainya kesejahteraan, penegakan hukum, dan penghormatan terhadap HAM, khususnya bagi masyarakat Papua.

b. Khusus

1. Masyarakat Papua secara umum (80%) telah menolak otonomi khusus dan Pemekaran daerah otonomi baru (DOB) tetapi RUU secara sepihak dan undang-undang tersebut telah di sahkan secara resmi oleh dewan Perwakilan rakyat Republik Indonesia pada 30 Juni 2022 di Senayan Jakarta. Pemerintah pusat diminta hal-hal teknis tidak perlu lagi ada intervensi pemerintah pusat.

2. Diharapkan pemerintah pusat mengevaluasi kembali penempatan Pegunungan Bintang masuk dalam wilayah adat Lapago (Provinsi Papua Tengah) karena dinilai politisir oleh oknum-oknum yang ingin jadikan Pegunungan Bintang sebagai objek politik, bisnis dan dinilai diperbudakan di waktu-waktu yang akan datang.

3. Pemerintah pusat dan akademisi mengkaji ulang pembagian wilayah adat secara menyeluruh di tanah Papua secara baik dan petakan secara benar agar masa depan pelayanan pemerintahan sesuai dengan kondisi dan geografis wilayah. Karena di Pegunugan Bintang secara kultur masuk dalam wilayah Tabi dan Anim-Ha.

Penutup

Indonesia adalah Negara demokrasi yang pada prinsip adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Apa yang rakyat Pegunungan Bintang inginkan mereka yang akan menentukan demi masa depan negeri mereka. Terimakasih Tuhan Yesus memberkati kita semua. Yepmum.

                     Penulis

Adalah Anggota aplim apom research group (ARRG) dan mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura

Referensi
Badan pusat Statistik kabupaten Pegunungan Bintang. 2009. Pegunungan Bintang dalam Angka 2009
Apolonaris urpon.2008.tesis. saya pemimpin karena saya kaya (studi tentang kepemimpinan tradisional suku Ngalum dan Perubahannya di Pegunungan Bintang, Papua
Dinas pendidikan, kebudayaan, pemuda dan olahraga kabupaten Pegunungan Bintang. Dalam angka 2016
Indeks pembangunan manusia Kabupaten Pegununag Bintang dalam angka 2016
Badan pusat Statistik Provinsi Papua tahun 2017

By siwar PAPUA

Velocity Developer

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *